Suarr.id – Sebagian besar wanita di era sekarang ini masih berharap seorang pasangan yang tidak hanya necis tapi juga romantis. Hal ini disebabkan karena sebuah keromantisan akan membuat hubungan menjadi hangat seperti udara sore hari, begitu kata salah satu pasangan yang kutemui di kampus.
Sajak Hujan Bulan Juni adalah salah satu media perantara dalam menciptakan keromantisan tersebut. Banyak pria yang mengutip sajak ini untuk sekadar merayu kekasihnya dalam tulisan maupun ucapan. Sajak ini sangat populer dalam banyak kalangan. Dari orang yang bergelut dalam dunia sastra sampai orang awam pun mengenal atau sekadar pernah membaca sajak Hujan Bulan Juni. Tidak sedikit juga ditemui undangan-undangan pernikahan anak zaman now yang mencantumkan potongan sajak Hujan Bulan Juni.

Sajak Hujan Bulan Juni ditulis oleh salah satu sastrawan Indonesia yaitu Sapardi Djoko Damono atau yang lebih dikenal dengan SDD. Saat ditemui dalam sebuah diskusi sastra di Kafe Basabasi Yogyakarta, Sapardi Djoko Damono mengatakan jika sajak-sajak cinta yang ditulisnya lahir dari ruh seorang wanita yang telah setia menjadi teman hidupnya sampai umur 78 tahun sekarang ini. Wanita itu adalah Wardiningsih, istri sah dari Sapardi Djoko Damono.
Jika dilihat dari jatuhnya waktu musim hujan, bulan Juni bukanlah waktu dimana musim hujan itu tiba. Bulan Juni masih termasuk dalam daftar bulan musim kemarau tetapi Sapardi Djoko Damono menciptakan hujan tersebut dalam sajaknya Hujan Bulan Juni. Bisa ditafsirkan jika hujan yang dimaksud dalam sajak ini adalah seorang wanita yang menghujani musim kemarau Sapardi Djoko Damono adalah Wardiningsih.
Dari itulah sajak Hujan Bulan Juni tidak pernah mati dalam kejayaannya. Bertambahnya waktu sajak Hujan Bulan Juni berkembang menjadi sebuah novel dan baru-baru ini telah diangkat ke dalam sebuah film layar lebar yang diperankan oleh aktor dan aktris ternama Indonesia.
Jika banyak orang mengatakan ada seorang wanita yang hebat dibalik kesuksesan seorang pria, bagi Sapardi Djoko Damono wanita itu adalah Wardiningsih. Tidak hanya dalam sajak Wardiningsih menghidupi jiwa Sapardi Djoko Damono tapi juga dalam dunia nyata.
Penulis: Mahfudh Zain – Telah menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Wanita yang tidak menyukai ramai juga sepi.