Siapa yang tak mengenal band asal Liverpool yang menamakan dirinya The Beatles, yeah, The Beatles. Mulai dari John Lennon si tampan yang genius dan tak kenal takut, Paul si manis dengan kedipan matanya yang khas, Ringo dengan muka tebal dan hidung besarnya, dan serta George Harisson si pemilik gigi gingsul yang menjadi idaman setiap anak-anak muda pada masa itu. Semua personel The Beatles adalah kebanggaan. Kebanggaan setiap orang dan tentunya kebanggaan sejarah dunia permusikan abad 20.
Grup band bergenre Rock n’ Roll ini adalah suatu perpaduan yang begitu ciamik, komposisi yang sempurna dan saling melengkapi. Tidak meniadakan satu dengan yang lain.
The Beatles bukan milik John Lennon seorang, bukan milik Paul,bukan pula George ataupun Ringo, apalagi Brian Epstein (Manager The Beatles) dan Dick James (Produser the Beatles). The Beatles selalu dibicarakan, The Beatles selalu saja tentang empat sekawan yang sama. Padahal empat orang itu memiliki pribadi yang berbeda. The Beatles ya The Beatles, semua mempunyai peranan. Coba dipahami demikian. Tapi yang jelas The Beatles terus hidup dan bercokol kuat di hati penggemarnya di seluruh dunia. Sampai detik ini.
Berawal dari lontaran ajakan sepele John Lennon kepada Paul di suatu pertemuan, “maukah kau ikut bergabung denganku?”. Dari wacana ini akhirnya terbentuklah The Beatles yang sebelumnya bernama The Quarrymen. Dan karena desakan kebutuhan untuk mengisi di bagian alat yang tersisa, alhasil George dan Ringo pun ikut bergabung.
Dalam kurun waktu satu tahun saja di tahun 1962 melalui album pertamanya “Please Please me”, karir grup ini langsung melejit naik pamor, perhatian yang semula terpusat hanya di kota Liverpool jadi merambah menjadi pusat perhatian nasional dan dunia. Di tahun-tahun berikutnya geliat musisi ini semakin melaju kencang, dibuktikan dari lagu-lagu yang diciptakan setiap bulan, bahkan setiap minggu. Mereka tak pernah kehilangan daya tarik penggemarnya dari berbagai mancanegara. Pasalnya, kandungan musik The Beatles mewakili suasana hati dan jiwa anak-anak muda pada kala itu, baik perempuan ataupun laki-laki. Cinta adalah garis tebal yang digoreskan dalam lirik-lirik lagu The Beatles.
Album pertama The Beatles rilis pada tahun 1962
Tidak cukup hanya di situ, tur konser musik bertubi-tubi diselenggarakan di berbagai tempat. Adapun negara-negara yang disinggahi The Beatles diantaranya Jerman, Australia, Skotlandia, Amerika, dan Swedia.
Nahas, entah karena apa, kira-kira tahun 1966-1968 yang semestinya menjadi puncak kejayaan dan popularitas The Beatles, justru oleh personel The Beatles sendiri dirasa sekarang dalam menyuguhkan konser musik tidak seperti The Beatles yang dulu.
Alasanya cukup menarik, dari banyaknya jumlah penggemar yang membanjiri dari konser ke konser malah semakin menambah jarak pembatas antara The Beatles dan penggemarnya. Pernah di suatu kesempatan The Beatles manggung di Shea Stadium, New York, Amerika Serikat. Tidak dinyana ribuan penggemar berjubel memenuhi stadium, kurang lebih hampir 56.500 penonton. Fantastis!!! Hanya sekadar menunggu empat orang bernyanyi 2 atau 3 lagu saja semua penonton merasa bahagia. Semua mulut mendengungkan nama The Beatles, memanggil nama John, memanggil nama Paul. Semua anak muda menjerit, semua orang berteriak: Aaaaaaa!!!!!
Dan lagi dalam penggalan film dokumenter “The Beatles: The Touring Years 2016″, ada percakapan-percakapan yang begitu menggelitik seusai manggung di pertunjukan terakhirnya dalam rangka tur di Candlestick Park, San Fransisco, 29 Agustus 1966.
Berawal dari celetukan Paul, “sudah banyak waktu yang kita lalui, dan kita semua sudah mulai muak. George sebenarnya sangat sedikit sakit bicara soal itu.”
Aku pernah bilang, “Aku tak mau melakukan ini lagi. Aku tak suka ini. Aku sudah merasakanya, di mana kita tidak mau tur lagi seperti ini. Tidak ada kesenangan dalam melakukan ini. Musiknya tidak lagi didengar. Tidak lagi melakukan apapun, itu hanyalah acara aneh yang pendek. The Beatles sedang ada pertunjukan dan tidak melakukan apapun. Kita sebagai musisi, kita rasa, bila kita ingin menjadi Beatles, satu-satunya alasan menjadi Beatles adalah untuk membuat musik dan bukan membuat sirkus.”
Paul menyambung lagi, “Aku ingat hanya menjadi onggokan di belakang mobil daging, di mana ada besi dan tak ada yang lain di dalamnya. Kita semua ada si sana hanya jalan berputar di sekitar sudut ruangan. Dan kita semua terlihat seperti benar-benar gila dan segala persoalan berdarah.”
“Itulah, aku sudah merasa muak,” pekik George yang dipraktekan Paul.
Dan kita semua setuju. Kita semua di band mengucapkan, “Sudah cukup semuanya,” pungkas Paul.
Pasalnya keributan dan keriuhan penonton mengalahkan suara sang bintang dunia The Beatles. Bahkan sekudar untuk mendengarakan suaranya sendiri saja sangat kesulitan, bisa dibayangankan sendiri betapa bisingnya. Kemudian, konser ditutup oleh pembawa acara dan sebelum mobil penjemput lebih dulu tiba rupanya keadaan penonton sudah tidak terkondisikan lagi dan menjadi liar. Itu membuat petugas keamanan panik melindungi sang bintang dari keroyokan penggemar.
Akhirnya digunakanlah mobil seadanya untuk mengangkut The Beatles menuju ke tempat yang aman. Perlu diketahui juga desain panggung yang digunakan untuk tampil dirancang seperti pertunjukan sirkus, di mana bagian samping panggung dipasangi dengan bentangan pagar kawat yang cukup kokoh.
Itu menjadi titik balik perubahan pola hidup The Beatles, layaknya manusia yang sudah mencapai di titik klimaks kejenuhan, Beatles butuh ketenangan untuk waktu istirahat yang panjang dan Beatles perlu bimbingan spiritual sementara waktu untuk menjauhi keglamoran dunia bintang.
Spiritualitas
Pertemuan itu terjadi pada 24 Agustus 1967 di Hotel Hilton London. Perjumpaan singkat selanjutnya di Bangor North Wales dalam konferensi kelompok meditasi Transendal. Ini membicarakan antara The Beatles dan Maharishi Mahesh Yogi, tokoh sipiritual India.
Paul kiri, serta George dan John sedang bertemu Maharishi
Semacam menemukan oase di padang pasir, di tengah kondisi personel pribadi The Beatles yang lagi kolaps, tanpa pertimbangan yang berarti, empat sekawan The Beatles ini pergi ke India bermaksud untuk belajar ilmu kerohanian dengan Maharishi dan tinggal lebih lama di sana. Mereka tinggal Rishikesh, di kaki pegunungan Himalaya.
Dalam buku “Surat-Surat John Lennon” disana dijelaskan bahwa ketiga personel Beatles (kecuali Ringo yang sudah pulang terlebih dahulu) dengan pasangan masing-masing menyesuaikan diri dengan lebih baik terhadap makanan, iklim, dan semua lantunan mantra serta indoktrinasi spiritual. Mereka percaya bahwa Maharishi sebagai Guru mereka sedang membuka dunia baru, memimpin ke jalan pencerahan.
Beatles bukanlah satu-satunya yang menjadi pengikut Maharishi. Tercatat ada musisi terkenal pada masa itu, seperti Donovan dan Mike Love dari Beach Boys.
Menyedihkan dan mengecewakan, mungkin itu penggambaran suasana yang tengah dirasakan Beatles. Sebab apa? Karena kabar yang beredar di permukaan, beberapa orang mengeluhkan kemarukanya yang kentara terhadap uang. Ada juga desas-desus bahwa Maharishi telah mendekati seorang gadis pirang asal Amerika. Apapun kebenaranya, apapun alasan tepatnya mereka memutuskan untuk berkemas dan segera pergi.
“Kami telah melakukan kesalahan,” kata John kepada wartawan saat dia berangkat. “Sesederhana itu”
Namun, selama masa tinggal mereka di Rishikesh bersama Maharishi terbukti sangat produktif. Di india bila tidak sedang bermeditasi John dan Paul menghabiskan banyak waktu mereka untuk menulis lagu. Banyak lagu yang ditulis di India diluncurkan dalam dua album mereka berikutnya, “White Album” dan “Abbey Road”.
Lagu-lagu John Lennon selama di India termasuk, “Dear Prudence”, “I’m so Tired”, “Yer Blues”, dan “Sexy Sadie”. Lagu terakhir pada awalnya bercerita tentang Maharishi itu sendiri. Terlihat jelas dari liriknya:
“Sexy Sadie, what have you done”
(Sexy Sadie apa yang telah kau lakukan)
“You made a fool everyone”
(Kamu menipu semua orang)
“Sexy Sadie, what have you done”
(Sexy Sadie apa yang telah kau lakukan)
“Sexy Sadie you broke the rule”
(Sexy Sadie kau melanggar aturan)
“You layed it down for all to see”
(Kau meletakkanya di bawah agar semuanya terlihat)
“Sexy Sadie you broke the rule”
(Sexy Sadie kau melanggar aturan)
Selama mereka berada di India, mereka menjalani kehidupan yang cukup sehat, berhenti mengosumsi obat-obatan dan menghabiskan banyak waktu di udara terbuka. Tampaknya meditasi membawa pikiran mereka ke tingkat kesadaran semacam itu yang merupakan kebahagiaan mutlak (surga) dan melalui hubungan yang konstan dengan keadaan “Perdamaian yang melampaui semua pemahaman”.
Semua ini memberikan satu pengalaman aktual akan Tuhan, bukan oleh pelepasan atau penolakan. Mereka semua adalah penganut Kristen sejati yang ingin meraih dengan penuh ketulusan tanpa pencegahan dari mengakui Buddha, Muhammad, dan semua sosok besar dari Tuhan.
India
Istilah kata yoga berasal dari Bahasa Sanskerta dari akar kata ‘yuj’ yang berarti ‘menghubungkan’. Bisa pula dimaknai sebagai persatuan spirit individu (Jivatman) dengan spirit universal (Paramatman).
Jauh ribuan tahun sebelum dikenal dengan istilah yoga, mulanya praktek semacam itu disebut “Tantra”. Tantra pertama kali diperkenalkan di India, 7000 tahun yang lalu oleh seorang yogi besar Sadashiva. Istilah Tantra mengandung makna “sesuatu yang membebaskan dari ketersesatan (ketidakpedulian). Dan oleh karenanya, latihan-latihan didasarkan pada suatu cara yang ilmiah, untuk membawa siapa saja dari tingkat ketidakpedulian (ignorance) menuju tingkat pencerahan spiritual (spiritual illumination). Latihan Tantra tidak sebatas pada meditasi dan yoga saja, namun meluas hingga mencakup bidang kesenian, musik, menjadi vegetarian, dan pendekatan hidup yang bersifat holistik.
Sejalan dengan apa yang Beatles lalui selama berguru dengan Maharishi, pada akhirnya setiap orang tidak boleh mengesampingkan perihal ketenangan hati dan kerohanian, tentang hubunganya dengan Tuhan. Karena kecerdasan IQ akan goyah dan tidak seimbang seandainya nutrisi buat hati seperti mental dan emosi tidak tepenuhi.
Jika saya melihat keadaan musisi-musisi di tanah air malah jauh berbeda. Kebanyakan dari mereka, entah ini ada masalah keretakan internal kelompok atau menjelang usia tidak produktifnya, mereka justru terjun bebas masuk di dunia politik. Motivasi cari sampingan kerja atau apa, saya tidak tahu. Yang jelas jumlahnya lumayan.
Ayolah, jangan berharap dicintai masyarakat dengan menjadi badut (mengambil peran yang lain) jika peran sebagai musisi atau pencipta lagu lebih dihargai dan lebih dicintai.
Sumber dari buku “Surat-surat John Lennon, Rebel Note” dan Film dokumenter “The Beatles: The Touring Years 2016“