Children of Heaven : Perjuangan Demi Sepatu Butut

Terhitung sudah tiga kali saya menonton film Children of Heaven. Dan film ini sukses membuat hati saya berulang kali berdesir dan terenyuh kelu. Bukan karena tragedi aktor utamanya yang mati dengan dibumbui drama lebay dan baper. Tapi memang asli nilai hidup yang yang terkandung di dalamnya sarat akan perjuangan, kesederhanaan, keprihatinan dan rasa bakti seorang anak kepada orang tua.

Film jaman old garapan sutradara kondang Majid Majidi ini bertempat di daerah pinggiran Iran yang jauh dari pusat keglamoran kota. Pemandangan seperti gang sempit yang berkelok-kelok, pasar umum dan juga kepadatan rumah penduduk merupakan hal yang tiap plot film dipertontonkan, menunjukan suasana kemiskinan tambah blak-blakan. Meskipun begitu, justru disitulah mutiara itu ditemukan Majid Majidi, dari kesederhanaan keluarga Karim atau lebih tepatnya kemlaratannya.

Film berdurasi 90 menit ini diproduksi pada tahun 1997 dangan properti yang sederhana serta biaya yang bisa dibilang tidak mahal. Akan tetapi, dengan kegigihan sang sutradara berhasil meraup beberapa penghargaan berkelas di kancah dunia.

***

Tanpa pembukaan yang bertele-tele, konflik utama film langsung dimunculkan di menit-menit awal. Ketika Ali Mandegar diberi perintah oleh sang ibu untuk membeli  kentang sekalian mengambil sepatu butut adiknya Zahra yang tengah diperbaiki di tukang sol sepatu. Ali membungkus sepatu adiknya dengan kantong kresek.

Di toko buah, Ali hanya diperbolehkan mengaisi dan mengambil kentang dengan kondisi yang kurang baik di bagian bawah. Karena paman pemilik toko sudah hafal betul apa yang akan Ali katakan.

“Paman masukan belanjaan ini ke dalam tagihan ibu saya”

Sebelumnya, terlebih dahulu Ali menyisipkan sepatunya disela-sela tumpukan keranjang buah. Di tengah konsentrasi Ali memilah kentang, tukang sampah keliling datang bersama gerobaknya. Berhenti di depan toko, lantas meminta izin si empu toko buah guna mengambil sampah kantong kresek. Paman pemilik toko mengamini permintaan tersebut. Dan celakanya, sepatu ungu yang dibalut kantong kresek tadi ikut terambil.

Ali merasa panik dan kalangkabut dibuatnya. Berulangkali tanganya menggerayangi dan meraba-raba celah bagian dalam antara keranjang buah. Hasilnya nihil, sepatu adiknya benar-benar raib. Sebab ulahnya, malah dia yang kena sengak si empu toko karena membikin buah-buah jatuh berantakan.

Dengan raut wajah kuyu dan tampak garis air matanya, Ali kali ini merasa bersalah dan benar-benar bersedih. Baginya, sepatu butut itu adalah hal paling berharga dari orang tuanya untuk adiknya Zahra. Bukan karena sepatu itu punya nilai sejarah yang amat penting akan tetapi memang orang tuanya miskin dan tidak punya uang untuk membelikan yang baru.

Sekembalinya Ali belanja, Zahra terus terusan menanyakan perihal sepatunya. Menangkap kecemasan adiknya, Ali merasa tak tega mengatakan yang sebenarnya. Dengan terpaksa Ali mengungkapkan seandainya sepatunya hilang. Dan seketika itu Zahra memalingkan mukanya sembari menangis tersedu sedan.

Mereka berdua akhirnya membuat kesepakatan, dengan janji Ali kepada adiknya akan membawa kembali sepatu itu secepatnya dan janji Zahra kepada kakanya untuk tutup mulut. Sementara waktu, mereka berdua bergantian memakai sepatu ketika pergi ke sekolah. Beruntungnya jam sekolah mereka berbeda, Zahra di pagi hari dan Ali di siang hari.

Untuk mengurangi kecurigaan ibunya, Ali seringkali mengendap-mengendap keluar rumah dan berhenti di gang sempit yang telah disepakati sebelumnya untuk saling bergantian sepatu. Betapa polosnya perilaku anak-anak kecil ini, kejiawaannya untuk prihatin sudah nampak di usia semuda itu.

Di Children of Heaven, kekuatan Majidi selain kepolosan pemerannya juga terletak pada saat-saat sunyi film. Dia tidak hanya mampu memberikan gambaran realistis tentang kelas menengah bawah Iran dengan lensa yang mendalam, tetapi dia juga menekankan fakta bahkan insiden kecil seperti kehilangan sepasang sepatu bisa jadi jauh lebih penting dalam kehidupan seseorang daripada yang diharapkan.

Majidi mempersembahkan kesulitan keluarga Iran ini dengan nada yang sangat kasual dan Majidi juga berhasil mencerminkan potret kehidupan rakyat kurang mampu Iran dan apa yang tengah diperjuangkan.

Selanjutnya, pada bagian inilah yang paling seru dan menegangkan. Yaitu, adegan lari-larian. Ketika suara lonceng berdenting, tanda jam sekolah telah usai. Melesat, Zahra berlari sekuat tenaga untuk segera menjumpai Ali, belum lagi masalah ukuran sepatu kakaknya yang kebesaran untuk seukuran kakinya, sehingga langkahnya tidak mantap. Setelah bergantian, Ali berlari secepat mungkin supaya tidak terlambat masuk ruang kelas. Namun, beberapa kali Ali terlambat juga. Dan kena interogasi bapak TU.

Setiap hari Ali dan Zahra menjalani hidup dengan hati tidak tenang dan keterburuan. Ada perjuangan di antara kepulangan Zahra dari sekolah dan kepergian Ali ke sekolah. Sampai pada satu waktu, diumumkannya perlombaan lari marathon se-Provinsi sejauh 4 km akan digelar  untuk anak-anak.

Ada tujuan yang ingin diraih Ali dalam perlombaan itu. Ali menjalani seleksi tingkat sekolah dengan mulus dan menjadi salah satu delegasi sekolah untuk mewakili pada perlombaan itu. Ali sudah berjanji akan memenangkan lomba itu, yang nanti hadiahnya akan dipersembahakan seluruhnya untuk adiknya.

Ternyata hal yang tidak ia sadari selama ini cukup menguntungkan yaitu lari-larian tiap kali berangkat ke sekolah membuat daya tahan tubuh dan kecepatan nya di atas rata-rata dari anak-anak lain seusianya. Akhirnya Ali mengakhiri lomba di urutan pertama, pelatihnya teramat bangga atas capaiannya.

Bahagia sama sekali tidak nampak di wajah Ali, justru yang ada malah raut kesedihan. Karena yang ia harapkan adalah cukup menjadi juara ketiga, bukan apa-apa, cuma karena hadiahnya yang berupa sepatu sport perempuan.

***

Keinginan Ali tidak muluk-muluk, ia tidak sedang memburu predikat pemenang perlombaan. Lebih di atas segala-galanya, ia memperjuangkan kebahagiaan sebagai ganti rugi tangisan adiknya. Sesederhana itu. taruhlah saya memiliki adik atau perempuan, saya pun akan melakukan hal yang sama. ????