Kisah Darwish yang Menangisi Janggut

Ini kisah datang dari seorang darwish yang tersilaukan oleh keindahan dunia. Tentu, gambaran dunia di sini tidak melulu tentang urusan yang kerap diperebutkan oleh segenap umat manusia sebagaimana halnya kekuasaan, kekayaan harta dan jabatan penting.

Lagi pula, apa saja yang membuat hati kita teralihkan dan asyik masyuk selain kepada Tuhan, barangkali malah menjadi penyebab kemunduran yang akan menurunkan kualitas spiritual kita. Bahkan hal sepele sekalipun.”Sepele dadi gawe” Begitu adagium orang-orang terdahulu.

Cerita ini tertuang apik dalam adikarya seorang sufi moncer dari tanah Persia, Faridudin Attar yang dinamai Manthiqut Tahair–Musyawarah Burung.

Di masa Musa ada seorang darwish yang menghabiskan waktu siang dan malamnya dalam ibadah, namun tak menghayati rasa keruhanian dan mencecapi rasa manisnya. Ia punya janggut panjang yang indah, dan sering selagi berdoa, ia tak berhenti untuk menyisir janggut itu.

Suatu hari, ketika melihat Musa ia pun mendapatkannya dan berkata, “O Pasya dari Tursina, kumohon padamu, bertanyalah pada Tuhan, mengapa aku tak mengalami kepuasan ruhani maupun haru gembira.

Pada kesempatan berikutnya ketika Musa naik ke Tursina ia pun bicara pada Tuhan tentang darwish itu, dan Tuhan pun bersabda dengan nada tak berkenan, “Meskipun darwish itu telah mencari persatuan dengan Aku, namun ia senantiasa memikirkan janggutnya yang panjang itu.

Ketika Musa turun, diceritakannya pada sang darwish bagaimana sabda Tuhan itu. Mendengar itu, darwish itu pun segera mencabuti janggutnya, sambil menangis sedih. Jibril pun lalu datang mendapatkan Musa dan berkata,“Sampai sekarang pun ia masih memikirkan janggutnya. Tiada yang lain lagi dipikirkannya waktu berdoa, dan bahkan lebih lekat hatinya pada janggut itu sementara ia mencabutinya.

Wallahu a’lam