Dul Matin Menggugat Tuhan

Abdulloh Matin adalah salah satu putra Kiai Ismail, kiai kampung yang sangat ketat dalam urusan pendidikan agama. Semua putra-putrinya ia wajibkan belajar di pesantren.

Kiai Ismail memberikan nama Abdulloh Matin kepada salah satu putranya itu karena tafaa’ulan (ngalap berkah) dengan kiai pesantren tetangga desa yang sekaligus juga menjadi gurunya.

Diantara semua putra-putri Kiai Ismail Dul Matinlah yang sejak kecil sudah terkenal mbedis alias nakal. Setiap dibawa ke pesantren untuk belajar agama paling lama satu tahun dia sudah cabut dari pondok atau boyong. Dul Matin belajar semaunya dari satu pesantren ke pesantren lainnya.

Dalam pikiranya yang terpenting bukanya ‘alim, tapi semakin banyak kiai semakin banyak berkahnya. Walaupun sebenarnya itu hanyalah alibi Dul Matin untuk menghindari hafalan di pondok. Karena yang ada di pikiranya semakin menetap lama di pondok semakin tidak tahan dengan hafalan nahwunya.

Setelah puas dengan petualanganya, Dul Matinpun akhirnya menikah dengan anak tetangga desa. Mereka dikaruniai tiga orang anak. Dul Matin berikhtiar mencari nafkah sebisanya yang penting halal, berkah, dan tidak menelantarkan akhiratnya.

Puluhan bisnis telah ia coba, namun semuanya gagal. Diantara bisnis yang dicobanya adalah jual beli sepeda motor bekas. Dia tidak tahu diantara motor yang di belinya ternyata ada yang hasil curian. Disinilah Allah menjewernya, karena Dul Matin pada akhirnya berurusan dengan pihak kepolisian. Semua berkas dan bukti sudah lengkap dan dia terancam hukuman penjara dengan dakwaan pencurian.

Betapa pusing dia menghadapi masalah ini karena secara tidak langsung akan mencemarkan nama abahnya, Kiai Ismail. Semua jalan sudah ditempuhnya namun tidak satupun yang berhasil. Setelah semua jalan yang ditempuh buntu, akhirnya Dul Matin mengeluarkan jurus pamungkasnya yaitu sowan ke seorang kiai sepuh yang juga mursyid salah satu tarekat. Kiai sepuh itu bernama Kiai Sholeh yang sudah sangat terkenal zuhud, istiqomah dan keramat.

“Assalamu’alaikum…” dengan agak keras Dul Matin mengucapkan salam. Diulanginya sampai tiga kali diiringi juga mengetuk-ngetuk pintu, namun tetap saja tidak ada suara balasan dari dalam ndalem Kiai Sholeh.

Setelah hampir 3 jam menunggu terdengar suara seseorang yang mempersilahkan masuk, “Monggo-monggo pinarak, Nak,” suara Kiai Sholeh mempersilahkan masuk Dul Matin ke ndalemnya.

Setelah Dul Matin duduk di karpet, Kiai Sholeh dengan lembut menanyakan dari mana asalnya, namanya, dan juga maksud kedatanganya. Setelah semua maksud selesai disampaikan, dengan nada tinggi Dul Matin berkata kepada Kiai Sholeh “Kiai…. jika Panjenengan bener-bener seorang kiai dan juga mursyid, maka doa panjenengan pastinya mustajab, dan masalah saya bisa segera selesai”.

Betapa kagetnya Kiai Sholeh, ia diam seribu bahasa dan tidak mampu berkata apa-apa. Selama bertahun-tahun baru kali ini ada tamu yang aneh berbicara sembrono kepadanya. Tanpa menjawab omelan Dul Matin dengan masih tercengang, Kiai Sholeh langsung masuk ke dalam kamar.

Selama tiga hari Dul Matin didiamkan oleh Kiai Sholeh tanpa pernah disapa, apalagi ditawari makan dan minum. Selama tiga hari pula Dul Matin menunggu sambil ndepipis di pojok teras rumah Kiai Sholeh. Kiai Sholeh hanya melirik setiap akan berangkat ke masjid untuk menjadi imam sholat.

“Bener-bener ndablek anak ini, sudah tiga hari didiamkan kok tidak mau pergi juga, tidak sholat lagi,” gumam Kiai Sholeh dalam hati.

Saat Kiai Sholeh lewat teras rumahnya untuk menjadi imam sholat maghrib, Kiai Sholeh mencoba untuk mengingatkan agar Dul Matin melaksanakan sholat karena beliau melihat seharian penuh ia tidur. “Ayo sholat……!!!”, ujar Kiai Sholeh.

“Orang susah kok disuruh sholat”, jawab Dul Matin dengan nada ketus.

Kyai Sholeh hanya geleng-geleng sambil memegang dadanya mendengar jawaban sembrono Dul Matin.

“Astaghfirullah….. Ya Allah kok berani-beraninya anak ini menggugat Panjenengan…” kata Kiai Sholeh di dalam hati dangan terus mengusap-usap dadanya.

Setelah empat hari didiamkan dan hanya disapa sekali diperintah sholat oleh Kiai Sholeh, tiba-tiba di hari yang kelima terdengar suara perintah dari sang Kiai, “itu, got comberan samping rumah dibersihkan,” perintah Kiai Sholeh.

“Tidak di kasih doa malah suruh membersikan got”, gerutu Dul Matin di dalam hati.

Dul Matin bangkit dan mencari alat seadanya untuk membersihkan comberan dengan harapan sang Kiai memberikan amalan dan doa agar masalahnya beres. Seharian Dul Matin membersihkan comberan got, menjelang tengah malam Dul Matin beru menyelesaikan tugasnya.

Ketika sedang enak-enaknya tidur, tiba-tiba sang Kiai keluar dari rumahnya sambil berkata, “yang sebelah situ belum bersih, bersihkan lagi!” Tanpa menjawab sepatah kata sambil menggerutu Dul Matinpun memebersihkan comberan got lagi walaupun secara umum sudah bersih.

Pagi hari setelah subuh di hari yang ke-enam, Dul Matin ditemui Kiai Sholeh layaknya tamu dan dipersilahkan untuk makan. Setelah selesai makan dengan halus dan lembut Kiai Sholeh menyuruh Dul Matin untuk segera pulang, “sudah sana kamu sekarang pulang, istri dan anak-anakmu sudah kangen, kamu selamat,” dawuh sang Kiai singkat.

Dul Matin pulang tanpa diberi amalan dan doa sedikitpun. Padahal biasanya seorang Kiai akan memberikan amalan dan doa kepada orang yang mengalami masalah agar cepat mendapatkan solusi.

Dengan letih dan gontai Dul Matin pulang ke rumahnya. Sampai dirumah, betapa kagetnya ia ketika mendapat kabar bahwa alat bukti dan berkas dakwaan yang ada dikepolisian raib tanpa ada yang tahu siapa yang mengambilnya. Dul Matin benar-benar selamat dari panggilan kepolisian dan akhirnya terbebas dari dakwaan maupun tuntutan hukum.

Betapa bahagianya Dul Matin mendengar kabar itu, diapun berteriak sekeras-kerasnya, “Alhamdulillah… matur suwun Gusti….. matur suwun Kiai….. mulai saat ini saya berjanji untuk tidak ngambek sholat kepada-Mu Gusti dan bersikap kurang ajar lagi dengan kekasih-Mu”.

Dul Matin semakin teguh keyakinanya bahwa Allah maha mengasihi dan menyayangi kepada hamba-Nya. Dul Matinpun akhirnya sadar bahwa membersihkan comberan perintah Kiai Sholeh adalah perlambang dan teguran agar dia membersihkan kotoran yang ada di dalam hatinya. Dengan harapan jika kotoran-kotoran yang ada di dalam hati ini bersih maka akan jernih dalam memandang kehidupan ini.

Setelah bancaan dan selamatan sebagai tanda syukur atas selesainya masalah yang membelitnya, Dul Matin sowan lagi ke ndalem Kiai Sholeh untuk mengucapkan terima kasih sekaligus memohon untuk berbaiat tarekat dan diakui sebagai murid Kiai Sholeh.

Beberapa tahun kemudian setelah kejadian itu, Dul Matin justru menjadi murid kesayangan Kiai Sholeh. Beliau sangat rajin dalam berjamaah sholat, bertawajjuhan/mujahadah, bahkan ia sering disuruh memimpin jamaah di wilayah-wilayah tertentu. Dan pada akhirnya Dul Matin diangkat sebagai badal mursyid Kiai Sholeh di daerahnya.

Kampoeng Pitulikur, 14 Juni 2018