Ibnu Jinniy adalah seorang linguis, kritikus sastra dan pakar dalam bidang sintaksis bahasa Arab. Namanya masuk dalam deretan di antara nama-nama besar seperti Abul Aswad al-Du`ali, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Ishaq, Abu Amr al-Alla`, al-Akhfasy al-Kabir, al-Khalil bin Ahmad, Sibawaih dan lain-lain.
Nama aslinya adalah Utsman bin Jinniy al-Mushuly, ber-kunyah Abul Fatah, berlaqab Ibnu Jinny. Lahir pada 321 H. Sebagian lektur mengatakan tahun setelahnya. Semasa hidupnya hanya dihabiskan untuk menekuni berbagai ilmu kepada berbagai syaikh dan ulama sezamannya, seperti Abu ‘Ali al-Farisi, Abu Thayyib al-Mutanabbi, Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad al-Qarmisiny, dan Abul Faraj Ali bin Hasan al-Ashfahany.
Dari berbagai bidang keilmuan yang ia pelajari, bidang bahasa adalah yang paling ia tekuni, meliputi nahwu(sintaksis), sharf(morfologi), sastra dan qira’at al-Quran. Bisa dilihat dari banyaknya berbagai karyanya yang masih ada sampai sekarang seperti dalam bidang sharf/morfologi; al-Alfadz al-Mahmuzah, al-Tashrif al-Mamlukiy, Sirru Shana’ati al-I’rab, dalam bidang bahasa seperti al-Luma’ fi al-‘Arabiyyah, al-Mudzakkar wal Mu`annats, al-Masa`il al-Khathiriyyat, dalam bidang nahwu seperti ‘Ilal al-Tatsniyah, ‘Uqud al-Luma’, dan dalam bidang sastra seperti al-Fath al-Wahbiy ‘ala Musykilat al-Mutanabbiy, Mukhtashar al-‘Arudh, Mukhtashar al-Qawafi dan lain-lain.
Ibnu Jinniy tumbuh remaja dan mulai belajar untuk kali pertama di kota kelahirannya, Mosul. Sebagaimana yang dituturkan, sejak kecil ia sudah menaruh hati kepada pelajaran-pelajaran kebahasaan. Terbukti pada usia yang menginjak tujuh belas tahun, ia sudah dipercaya untuk mengajar di halaqahnya. Tak sampai di situ, di tengah-tengah kesibukannya mengajar, ia masih menyempatkan waktunya untuk tetap belajar kepada Syaikh Abu Ali al-Farisi, seorang ulama kaliber pada masanya, selama empat puluh tahun. Tak ayal jika ia mewarisi seluruh ilmu dari gurunya itu.
Setelah purna menimba ilmu dari Abu Ali al-Farisi, ia kemudian melanjutkan rihlah ilmiahnya dari kota ke kota. Tercatat setelah dari tanah kelahirannya, Mosul, ia melanjutkan studinya ke Aleppo, lalu Damaskus dan berlabuh di Baghdad, sebuah kota yang memiliki peradaban paling mutakhir waktu itu. Di Baghdad, ia bertemu dengan seorang pujangga yang namanya berkibar di tiang tertinggi bernama al-Mutanabbi. Setelah dari Baghdad, kota cahaya ilmu, ia melanjutkan rihlahnya ke kota Kuffah, dan terakhir ke kota Syiraz. Di Syiraz, ia bekerja di lingkungan pemerintahan sebagai seorang hakim.
Namun, walau dikenal sebagai seorang linguis, Ibnu Jinni juga menguasai berbagai fan ilmu terkait lainnya seperti qiraat, tafsir, dan fiqih. Qiraat adalah suatu madzhab pengucapan al-Quran yang dipilih oleh salah seorang imam qurra’ sebagai madzhab, dan ini banyak alirannya. Di antara karyanya yang membahas qiraat adalah kitab al-Muhtasab fi Tabyin Wujuh Syawadz al-Qira`at wa al-Idhah ‘anha yang berjumlah dua jilid.
Karena ilmu qiraat termasuk sub disiplin ulumul Quran bisa dipastikan ia juga adalah seorang mufassir. Namun, di antara karyanya yang ratusan, tak ada satupun yang spesifik membahas tasir ayat per ayat. Hanya saja, hal itu bisa dilihat di dalam kitab yang disebutkan belakangan, dan dalam kitabnya berjudul al-Khashaish dan al-Masail al-Khathiriyyat yang keduanya membahas bahasa. Sementara dalam bidang fikih, Ibnu Jinni tercatat merupakan penganut madzhab Hanafi. Tersebut bahwa ia menulis sebuah risalah fikih Hanafi fan memberi penjelasan(syarh) atas kitab al-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh karya Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al-Syirazi.
Ibnu Jinni wafat pada bulan Safar tahun 392 H. di Baghdad. Sebelum wafat ia sempat mengijazahkan beberapa kitab kepada muridnya bernama Abdullah al-Husein untuk mengajarkannya.
Walakhir, untuk menutup catatan ini, saya kutipkan sebuah doa dari Sidi Faozi Konate;
اللهم نحوا كنحو سبويه، و أدبا كأدب الجاحظ، و بلاغة كبلاغة الأعرجين، و ذكاء كذكاء الخليل و تعليلا كتعليل أبي علي الفارسي، و تحليلا كتحليل ابن جني، واللهم أمين بجاه الأمين صلى الله عليه و سلم