Judul : Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern
Penulis : S. I. Poeradisastra
Penerbit : Komunitas Bambu
Cetakan : Ketiga, 2008
Jumlah Halaman : xxvi + 198 halaman
ISBN : 979-3731-49-4
Pelabelan terhadap orang dengan istilah komunis, antek PKI, kafir, dan keturunan eks tahanan politik (tapol) hingga saat ini masih saja dilakukan sekelompok orang dengan dalih diskriminasi, ujaran kebencian hingga untuk serangan demi pemenuhan kepentingan kelompok itu. Yang lebih marak dari hal tersebut, tak bisa dipungkiri adalah ketika berbarengan dengan momentum kepentingan politik. Seolah tak usai-usai. Hal tersebut sering digoreng dengan berbagai macam cara yang ada. Kebiasaan seperti ini tidaklah sehat. Ia cenderung melahirkan perpecahan demi perpecahan kepada berbagai pihak.
Hal tersebut juga pernah dialami oleh seorang yang pernah menjadi aktivis di Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) dan diasingkan ke Pulau Buru pada masa orde baru. Ia adalah Bojoeng Saleh alias S. I. Poeradisastra. Tapi kiranya kita semua perlu merenungi apa yang pernah digagas oleh Pramoedya Ananta Toer—merupakan eks tahanan politik pada masa orde baru, “seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran hingga perbuatan”. Dalam kenyataannya, banyak orang yang memberikan gagasan maupun pemikiran penting—perkembangan ilmu dan pengetahuan, terutama berupa karya—dari mereka yang merupakan seorang marxis.
Memperbincangkan S. I. Poeradisastra adalah membincangkan sosok yang menulis karya berjudulkan, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern. Setelah menyerahkan naskah tersebut kepada sahabat karibnya, buku tersebut hingga sejauh ini telah melalui tiga kali cetakan. Cetakan pertama dan kedua, kesemuanya diterbitkan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) masing-masing pada tahun 1981 dan 1986. Sementara itu, cetakan ketiganya, diterbitkan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2008 silam.
Di akhir sambutan pada cetakan yang ketiga, sastrawan ternama, Ajip Rosidi menyatakan—sekalipun telah banyak terbit buku-buku tentang sejarah dan peradaban Islam, namun buku ini perlu dibaca. Kita tahu, Islam banyak memberikan andil pada perkembangan maupun peradaban keilmuan yang ada hingga saat ini. Menilik dari apa yang dituliskan oleh Gerry Van Klinken dalam karyanya, Revolusi Fisika (Kepustakaan Populer Gramedia, 2004)—Damaskus merupakan tempat Islam pertama kali yang menaruh perhatian terhadap ilmu. Tempat itu juga merupakan berdiri untuk pertama kalinya khalifah pertama.
Dalam Islam, ilmu berada pada posisi yang begitu istimewa. Hal tersebut tidak terlepas dari wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir—melalui Malaikat Jibril di Gua Hira, iqra’ yang berarti “bacalah!”. Poeradisastra juga menyebutkan beberapa sumber akan posisi ilmu dalam Islam, “selanjutnya, ayat-ayat Al-Quran banyak berisi pertanyaan, seperti ‘Apakah engkau tak berpikir?’ (Afala tatafakkarun); ‘Apakah engkau tak berakal?’ (Afala ta’qilun); serta sejumlah ayat lain yang menganjurkan, bahkan mewajibkan belajar dan mengajarkan ilmu” (hlm. 12).
Secara keseluruhan, buku tersebut memaktub sepuluh bab yang disertai dengan lampiran, diantaranya: ayat-ayat Al-Quran dan hadist-hadist tentang ilmu, karya-karya Yunani, Paris, dan India yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, daftar karya-karya ilmiah Islam yang penting hingga daftar nama Arab yang dilatinkan. Ia memulai dengan menjelaskan hakikat dari ilmu. “Ilmu yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan yang telah disistematiskan, yaitu susunan teratur mengenai suatu bidang tertentu yang jelas batas-batasnya mengenai sasaran, cara kerja, dan tujuannya” (hlm. 2).
Bukti otentik yang menunjukkan kemunculan dan perkembangan Islam—ilmu pengetahuan dan teknologi modern, dapat dirunut melali surat yang ditulis oleh Nabi Muhammad SAW kepada Raja Mesir pada zamannya yang masih tersimpan hingga saat ini. Perkembangan yang ada, pada mulanya yang dipelajari adalah tafsir Al-Quran, Hadist, ushulu’ddin, fiqih, tarikh, dan ilmu bahasa (nahwu, sharaf, balaghah, peribahasa, dan amtsal). Masa ini berlangsung sebelum masa khalifah di Bani Umayyah dan Bani Abbasiah, karena setelah itu ada perkembangan yang lebih sistematik. Di luar itu pula, terjadilah perluasan daerah.
“Daerah yang berada dalam pengaruh Islam mencakup berbagai suku bangsa, ras, dan bahasa dengan penduduknya, di samping yang telah masuk Islam, masih menganut agama-agama Yahudi, Kristen, Kafir Yunani dan Romawi, Zoroaster, Manes dan Hindu; serta kebudayaan Yunani, Romawi, Mesir (Koptik atau Qibthi dan Nubia), Turki, dan Parsi. Oleh karena itu, berbagai bahasa, sistem tata negara, kebudayaan, dan sejarahnya mesti dipelajari untuk dapat menjalankan nastiti (policy) ketatanegaraan, hukum, serta penyebaran agama Islam secara jitu” (hlm. 14).
Banyak ilmuwan muslim kemudian menerjemahkan karya-karya filsafat dan pengetahuan Yunani melalui bahasa Suryani. Alasan tidak langsung dari karya bahasa Yunani asli, sebab pada masa itu karya aslinya telah musnah terbakar di perpustakaan-perpustakaan Iskandariah ketika penyerbuan Julius Caesar pada tahun 48 SM, kemudian dibakar oleh Kaisar Lucius Domitius Aurelianus pada tahun 272 M, dan terakhir oleh Kaisar Theodosius Magnus pada tahun 371 M. Setelah diterjemahkan, karya-karya itu diteliti dan dibahas hingga kemudian lahirlah ilmu pengetahuan baru di kalangan Islam sendiri.
Karya-karya dari ilmuwan-ilmuwan muslim tersebut kemudian memberikan andil maupun pengaruh bagi peradaban keilmuan. Seperti diantaranya pada beberapa cabang keilmuan; ilmu pasti, fisika, kimia, farmasi, kedokteran, ilmu hayat, ilmu bintang hingga ilmu bumi. “Akhirnya, pembangunan ilmiah Islam ini disempurnakan oleh kekuasaan Islam di Andalusia dan Spanyol dari tahun 719 M sampai jatuhnya Granada pada tahun 1492 M” (hlm. 16). Sarjana-sarjana muslim berpegang teguh pada prinsip bahwa dalam mengembangkan ilmu tidak boleh sampai merancukan kepercayaan dengan metode pembahasan ilmiah maupun memutarbalikkan fakta.
Ada hal menarik yang dituliskan oleh Poeradisastra—kaitannya mengenai pengaruh Islam terhadap perkembangan keilmuan terutama di Barat. Banyak ilmuwan yang berasal dari Eropa kemudian menerjemahkan dan mempelajari pelbagai karya dari ilmuwan-ilmuwan muslim. Kegiatan tersebut sebagaimana dituliskan olehnya, dimulai oleh seorang Perancis bernama Gerbert d’Aurillac (940-1003 M). Tokoh lain yang disebutkan adalah seorang freater Katolik Roma anggota Ordo Fransiskan dari Inggris, Roger Bacon—yang pada kemudian hari dikenal sebagai sosok penggagas awal metode ilmiah.
Sebenarnya, apa yang diupayakan oleh Bacon tidak terlepas dari usahanya dalam menerjemahkan karya-karya Islam, yang diantaranya: al-Manazhier karya Ali al-Hasan ibn Haitsam (965-1038 M). Melalui naskah tersebut, Bacon banyak mendapat penjelasan maupun keterangan terkait mengenai mesiu dan mikroskop. Sayangnya, apa yang dilakukan Bacon tidak dengan mengutamakan pada aspek menghargai sebuah karya. Hasil terjemahan yang ia lakukan tidak menyertakan siapa yang menuliskan karya-karya tersebut. Tentu saja ini plagiat, apalagi Bacon melakukannya secara terang-terangan.
Persebaran dan perkembangan kelimuan Islam semakin pesat. Hingga masuk pada fase-fase ilmu terbagi dalam beberapa cabang keilmuan. Kita dapat melihat melalui banyak tokoh yang ada di sana dengan pelbagai karyanya. Pada ranah ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam, ada ilmuwan penting yang diantaranya; Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi, Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani, Abu al-Abbas al-Fadzl an-Nairazi, Abu Kamil, Ibrahim Sinan, Abu Raihan ibn Ahmad al-Ahmad al-Biruni, Hamid ibn Hijr Abu Mahmud I-Khunjandi hingga Abu’l Fath Umar ibn Ibrahim al-Khayyami.
Pada bidang ilmu pengetahuan sosial ada sosok Yaqut ibn Abdullah al-Hamawi, pengarang Mujam al-Budan (kamus ilmu bumi) serta Syamsudin Abu Abdullah ibn Abdullah ibn Yusuf al-Lawawi at-Tanji ibn Bathuthah, pengarang ilmu bumi termasyhur. Sementara di bidang filsafat ada tokoh seperti Abu’l Hamid Muhammad al-Ghazali, Abu Yusuf Yaqub ibn Ishaq al-Kindi hingga Abu Nasr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan al-Farabi hingga Abul-Walid al-Qadli Ahmad ibn Rusyd.
Tak bisa dipungkiri, ketika dikorelasikan pada wajah kebudayaan Eropa, Islam berperan penting dalam membidangi gerakan-gerakan sejarah penting yang sebagaimana terbagi dalam beberapa periode; Kebangkitan kembali (Renaissance), Gerakan pembaruan agama Kristen pada abad 8-16 M, Rasionalisme (mengutamakan akal atau rasio) pada abad ke-17 hingga Pencerahan (Aufklaerung, enlightenment) pada abad ke-18. Kiranya buku terus penting untuk bahan kajian dan diskusi untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu, utamanya yang terjadi dalam tubuh Islam. Meskipun si penulis adalah seorang marxis, kita berharap buku tersebut tidak disita oleh pihak aparat yang akhir-akhir ini lagi marak melakukan penjarahan. Begitu.