Ketahuilah: “Sesungguhnya ketika Allah menghendaki kebaikan terhadap hamba-Nya maka Dia akan memperlihatkan aib-aib hamba tersebut. Karena barang siapa yang mata batinnya tajam maka terang benderanglah aib-aib dirinya sendiri.”
Di beberapa kesempatan sebelumnya, biasanya saya hanya bisa ngaji Ihya’ Ulumuddin lewat live streaming di akun facebook Gus Ulil. Maka pada edisi selanjutnya, tekad saya begitu menggebu-nggebu agar bisa ndarat (fil-ardhi) dan duduk bersila di majlis bersama para santri. Karena, tidak afdhol rasanya atau kurang sah bilamana ngaji kitab tasawuf sekaliber karya Imam Ghozali ini tanpa bertatap muka langsug dengan seorang guru.
Kabar baiknya lagi kunjungan ngaji beliau untuk edisi ke 110 (23 Februari 2019) berada di Semarang. Acara mal-ming istimewa itu diprakarsai oleh ikatan remaja Masjid Agung Jawa Tengah.
***
Saat mengaji, saya ambil duduk paling depan sendiri, mendengarkan dengan begitu antusias dan menyimak dengan penuh perenungan.
Usai ngaji kopdar, saya mengantongi banyak jajan manis, dan di sini saya akan mencoba membagikanya. Adapun babakan yang dikupas adalah mengenai; “Keterangan tentang jalan untuk mengetahui cacat-cacat yang ada dalam diri manusia.”
Di zaman orang-orang miskin eksistensi seperti sekarang ini, memamerkan segala aktivitas merupakan suatu kewajiban, bahkan sampai pada hal yang remeh temeh juga perlu kita tampakkan kepada orang lain. Sejurus dengan itu, kita seringnya juga mengawinkan kebanggaan diri sendiri dengan sikap merasa paling sempurna.
Tidak hanya itu saja, keeksklusifan ini ditunjukan oleh sikap kita yang merasa suci kalau sudah menuai banyak pujian dan merasa terkenal jika sudah mendulang berondongan like serta jubelan komentar. Inilah yang menurut para ahli tasawuf dinamai sebagai penyakit batin, meskipun secara kasat mata tidak terlihat. Dan kebanyakan dari kita-kita ini tidak mengetahuinya (bodoh akan hal itu). Jauh lebih riskan lagi ketika diberi tahu, sama sekali tak mau mengakuinya. Yang ada selalu keukeuh dengan keyakinan tolol, bahwa kita baik-baik saja dan tampak segar bugar.
***
Sifat menganggumi yang begini ini serupa dengan yang dikisahkan dalam pembuka buku The Alchemist buah tangan Paulo Coelho. Ia bernama Narcissus, di mana tempat ia jatuh ke danau lalu mati tumbuhlah sekuntum bunga. Tapi bukan sebab itu ia dinamai Narcissus. berikut kisahnya:
Saban hari ia selalu berlutut memandangi pantulan wajahnya sendiri pada kebeningan sebuah danau. Ia begitu cinta akan dirinya sendiri sehingga dikutuk mencintai bayangannya sendiri di kolam.
Tapi nahas, suatu pagi Narcissus jatuh ke dalam danau, ia tanpa sengaja menjulurkan tangannya untuk meraih refleksi dirinya tersebut hingga tenggelam. Tahu bahwa Narcissus mati, dewi-dewi hutan berduyun-duyun datang dan mendapati danau yang semula tawar kini menjadi air mata yang asin.
“Mengapa kau menangisinya?” tanya dewi-dewi itu.
“Aku menangisi Narcissus,” jawab danau.
“Oh tak heranlah jika kau menangisinya, sebab walau kami selalu mencarinya dia di hutan, hanya kau saja yang dapat mengagumi keindahanya dari dekat”.
“Tapi, indahkah Narcissus?” tanya danau.
“Siapa yang lebih mengetahuinya dari pada engkau?” tanya dewi-dewi saling menatap heran.
“ Di dekatmulah ia tiap hari bersimpuh mengagumui dirinya!”
Danau diam sejenak tak lantas menjawab. Akhirnya, ia berkata:
“Aku menangisi Narcissus, tapi tak pernah kuperhatikan bahwa Narcissus itu indah. Aku menangis lebih karena, setiap kali ia berlutut di dekat tepianku, aku mampu melihat, di kedalaman matanya, pantulan keindahanku sendiri”.
Jadi tedak heran istilah ‘narsis’ kerap disematkan bagi seseorang yang terlalu bangga akan diri sendiri, terutama, mereka yang hobi selfie berlebihan dan memamerkan foto koleksi dirinya di berbagai akun sosial media.
***
Banyak sekali di dalam kitab Ihya’ termuat aforisme yang menyentak hati. Ia melesat bak peluru yang langsung menembus di ulu hati. Begitu mengena, seolah-olah hati kecil berkata;
“Oh ternyata ini persis sekali denganku banyak penyakit batinnya, banyak boroknya”.
Semua mengakui, bahwa penyakit batin itu jauh lebih berbahaya daripada penyakit yang nyata terlihat. Ambillah contoh, sakit babak belur dan patah tulang. Tak perlu dipikir pusing, tinggal pergi ke dokter biasa atau dokter speisalis yang mampu menanganinya, cepat atau lambat pastilah akan sembuh. Beda halnya jika sudah bicara penyakit batin, untuk mendeteksi saja sulitnya minta ampun. Sekalipun si pengidap penyakit tahu, ada keinginan untuk mengobatinya apa tidak. Kalaupun jadi mau berobat, dia sedia untuk menelan pahitnya pil atau tidak. Belum lagi perihal mencari guru spiritual (mursyid).
Di sini Imam Abu Hamid al-Ghozali telah merumuskan kiat-kiat upaya mengetahui cacat batin diri kita:
Pertama, Seyogyannya seorang hamba mencari guru spiritual (mursyid) yang memiliki mata batin tajam, yang dengannya menjadi jelas segala keburukan yang sifatnya samar/tidak kentara. Dan jadikanlah mursyid tadi sebagai hakim atasmu, seorang murid hanya tinggal patuh saja mengikuti apa yang diperintahkan mursyid di dalam memerangi (upaya menyembuhkan) penyakit batinnya. Dan kasus mencari guru spiritual ini sudah sangat langka di zaman sekarang ini.
“Semisal salah seorang dari kalian mendapati sosok guru spiritual yang bisa membimbingmu, maka peganglah sekuat-kuatnya sampai mati. InsyaAllah akan selamat”. Begitu pesan Gus Ulil
Kedua, andai usaha untuk mencari guru spiritual belum bisa ditempuh, tak usah bersedih hati, masih ada jalan lain yang bisa di lalui, yaitu sebaiknya seorang hamba mencari teman/kawan yang punya mata hati, rohani lagi jujur. Bersamaan dengan itu, ia bisa menjadi pengeleng/pengingat dari perangai, tingkah laku dan pekerjaanmu, baik yang cacat dzohir serta batin.
“Andai dari kalian, mempunyai seorang sahabat yang jujur lagi rohani (yang membawamu menuju ketaatan kepada Allah) maka pegangilah sampai mati, karena yang sedemikian itu mahal harganya.” Tutur beliau kurang lebih seperti itu.
Akhirnya, pengajian dicukupkan karena memang sudah larut malam dan beberapa santri terlihat sudah diserang kantuk. Walaupun sebenarnya masih ada 2 poin lagi yang belum disentuh untuk menggenapi cara-cara yang dirumuskan oleh Imam al-Ghozali Allahu yarham. Tetapi semoga menambah ilmu dan keberkahan kepada kita semua. Amiin.