Penyebab Pikiran Kacau

Dijelaskan dalam kitab Risalatul Qusyairiyah: Kitab Induk Tasawuf karya Imam al-Qusyairy an-Naisabury, bahwa orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, mereka tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini dan tidak dapat merasakan betapa indahnya hidup yang sedang dijalani.

Karena tidak mengenal dirinya dengan sempurna maka ia tidak kenal dengan Tuhannya. Maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.

Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan. Dia menghargai orang semata-mata karena pangkat, jabatan, kedudukan, dan seberapa banyak hartanya. Bahkan sampai merasa dirinya berharga di mata orang lain karena ia memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan yang lainnya.

Faktor yang membuat seseorang menjadi kacau dalam berpikir dan akhirnya semakin menjauh dari Allah yaitu :

1. Menjadikan dunia sebagai tujuan

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ كانت الدنيا هَمه فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجعَل فقره بين عينيه ولم يأْته من الدنيا إلا ما كُتب له، ومن كانت الآخرة نِيته جمع الله له أَمْره وجعل غِناه في قَلْبِه وأَتتْه الدنيا وهي راغمة

Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikanya tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).

2. Selalu mengikuti penilaian orang

Jiwanya tidak merasa tenang karena mereka selalu mengikuti penilaian dan anggapan orang lain terhadap dirinya serta terombang ambing oleh sikap dan gaya hidup orang kebanyakan. Betapa melelahkannya hidup yang seperti ini, karena harus selalu mengikuti image dan berharap penilaian “harus baik” di mata orang lain.

Banyak diantara mereka yang selalu mengikuti penilaian orang lain agar kelihatan “wah” dengan cara berhutang. Berhutang yang tidak karena kebutuhan pokoknya dan hanya untuk menuruti nafsu dan gaya hidupnya. Ujungnya menjadi beban pikiran mereka di malam hari dan merasa rendah diri di siang hari.