Puisi-Puisi Muhammad Lutfi; Tragedi Bambu Berdarah

Tragedi Bambu Berdarah

Mereka bergemuruh menendang tapal batas jalanan
Toko dan rumah Tionghoa mereka ubah jadi abu
Lalu dibuang jauh dari peradaban
Gelombang zaman edan telah menghabisi mereka
Para mahasiswa yang telah hilang keyakinan
Karena tiada kesejahteraan dan ketentraman
Di dalam gubuk mereka

Bambu-bambu berdarah
Menganyam sejarah
Menjadi alat untuk menjarah
Melahap habis etnis Tionghoa sampai penghabisan darah
Hingga debu berlumuran darah

Di tusukkan pada kantong si perempuan Cina
Sampai meregang nyawa
Mereka menjadi liar dan membabi buta
Tanpa pandang ini daerah siapa

Surakarta, 3 Januari 2018

Indonesia Terlanjur Humoris

Rakyat di suruh membayar pajak
Pajaknya diambil Koruptor
Yang digusur juga rakyatnya
HaHaHaHa

Padi ditanam di tanah kita sendiri
Kalau jadi beras di jual ke seluruh benua
Yang lapar juga rakyat kita sendiri
HaHaHaHa

Pendidikan tingi-tinggi
Ujung-ujungnya cari kerja
Tapi nyatanya jadi orang serakah dan curang
Lalu pendidikan yang bagaimana?
HaHaHaHa

Surakarta, 3 Januari 2018

Doa di Langit Malam

Air mata berguguran
Mengiringi panji kebenaran
Yang terus ditegakkan
Terus menjala kemenangan
Menebar debu semangat
Gelora para pemuda berkumandang
Menyeru takbir, basmalah, dan tahmid

Ayo!

Barisan kaki langit berarak membawa angin di gurun
Dan menjadi atapmu dari sayap-sayap doa
Di kaki langit aku hanya bisa meluncurkan doa
Kukaitkan pada tiang-tiang langit demi kemenangan-mu
O… Palestina
Palestina, aku menyuarakan nama-mu yang merdeka
Wahai bangsa yang pemberani.

Pati, 25 Januari 2018

Siti Maryam Ku Sanjung Seperti Siti Salamah

O Maryam
Wanita suci kekasih Tuhan
Ibu tercinta Isa
Dan Yang dirindukan surga
Bagimu salam dan kerinduanku

O Ibuku
Siti Salamah
Wanita hebat pejuang kebenaran
Penuh kasih dan sayang
Sifatmu terukir dalam lengan dan pipi kami
Tiada kami sanggup tanpa doa dari-mu

Siti Maryam,
Siti Salamah
Dua wanita bersayap surga
Di dada kami menjadi cercah bahagia
Saat mengingat namamu
Yang penuh rahmat dan tauladan

Pati, 27 Januari 2017

Mata Kenangan

Bulan bergemuruh di dalam sunyi kawah yang berdetak di tanah yang terombak
Belum sempat aku mengecup udara lautmu dalam telinga malam
Lalu sepoi anak rembulan menerbangkanku melewati hutan yang diusung sepi
Air mataku mengalir dari ingatanku
Berkilau kenangan-kenangan bersama camar di selat yang selalu berkibar
Menurun ke lembah ngarai
Menembus lorong-lorong di antara kicau burung pipit
Di sawah yang dihempas kabut badai
Ingatanku berlayar di laut penuh emosi dan tanya,
Kemanakah engkau yang dulu menjadi kenanganku?

Surakarta, 18 Februari 2018