SKTM: Surat Sakti Masuk Sekolah

Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di pelbagai jenjang tingkatan pendidikan kembali mengundang kontroversi. Setelah beberapa waktu yang lalu publik mengeluhkan tentang sistem zonasi, sekarang publik kembali digegerkan dengan aturan pemberlakuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) pada proses PPDB yang banyak disalahgunakan oleh masyarakat yang sebenarnya berasal dari golongan mampu. Mereka rela melakukan berbagai cara agar diterima di sekolah yang diinginkan, termasuk dengan mengklaim dirinya sebagai penduduk tidak mampu walaupun Badan Pusat Statistik (BPS) tidak sedang melakukan sensus ekonomi pada tahun tersebut.

Payung hukum mengenai pemberlakuan SKTM pada proses PPDB tertuang pada pasal 19 Permendikbud No.14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

Pasal 19

(1) SMA/SMK atau bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi wajib menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
(2) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau bukti lainnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
(3) Dalam hal peserta didik memperoleh SKTM dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan perolehannya, akan dikenai sanksi pengeluaran dari Sekolah.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan berdasarkan hasil evaluasi Sekolah bersama dengan komite Sekolah dan dinas pendidikan provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 19 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap SMA/SMK negeri wajib menerima dan membebaskan biaya pendidikan peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu minimal 20%. Calon peserta didik baru yang berasal dari keluarga tidak mampu wajib melampirkan bukti SKTM yang diterbitkan oleh pejabat daerah setempat.

Peraturan mengenai syarat dan mekanisme untuk memperoleh SKTM diatur oleh Perda setempat, namun secara umum syarat untuk mendapatkan SKTM adalah dengan melampirkan Kartu Keluarga (KK) asli dan fotocopy, Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotocopy, surat pernyataan tidak mampu dari RT dan RW, surat pengantar dari RT dan RW dan materai 6000.

Alur seseorang untuk memperoleh SKTM adalah dimulai dengan meminta surat pengantar dari RT, ketua RT akan meminta pemohon untuk membuat surat pernyataan tidak mampu yang ditandatangani oleh pemohon dan ketua RT akan menerbitkan surat pengantar untuk ke RW. Pada tahap ini ketua RW akan memverifikasi berkas surat pengantar yang ditandatangani oleh ketua RT, setelah dinyatakan sesuai maka Ketua RW menerbitkan surat pengantar ke desa/kelurahan. Tahap akhir, pemohon datang ke desa/kelurahan sesuai dengan domisili yang tercantum pada KTP dengan melampirkan seluruh syarat sehingga SKTM dapat terbit.

Penyertaan SKTM sebagai syarat PPDB ini rawan disalahgunakan orang tua calon yang ingin anaknya diterima menggunakan SKTM sebagai “surat sakti” untuk lolos dalam PPDB. Mudahnya dalam penerbitan SKTM oleh desa/kelurahan membuat orang tua calon peserta didik baru berlomba-lomba untuk mendapatkan SKTM. Lemahnya verifikasi dari pejabat setempat dalam penerbitan SKTM menyebabkan banyak keluarga yang tergolong mampu juga mendapat SKTM. Orang tua calon peserta didik baru menyertakan SKTM untuk mendaftarkan anaknya di sekolah negeri, karena persepsi para orang tua bahwa sekolah negeri menjamin biaya murah dan masa depan cerah. Jika anaknya gagal masuk sekolah negeri akan menjadi aib bagi anak dan orang tua. Sebuah persepsi yang masih terpatri hingga kini, seolah-olah masuk sekolah negeri merupakan sebuah prestasi yang sangat membanggakan, dan tidak diterima di sekolah negeri merupakan akhir dari kehidupan.

BPS sebenarnya sudah membuat 14 kriteria untuk menentukan seseorang/keluarga tidak mampu secara ekonomi.
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Dilansir dari Tribunnews, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah mencatat calon peserta didik baru yang menyertakan SKTM dalam PPDB SMA sebanyak 62.456 dan PPDB SMK sebanyak 86.436 sehingga total jumlah SMA dan SMK sebanyak 148.892 dokumen. Jumlah SKTM yang lolos seleksi PPDB SMA sebanyak 26.507 dan PPDB SMK sebanyak 44.320, sehingga sebanyak 78.065 dokumen tidak lolos seleksi atau mengundurkan diri.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% calon peserta didik baru merupakan penduduk mampu yang menyertakan SKTM dalam proses PPDB, dan melakukan upaya manipulasi surat pernyataan tidak mampu yang telah ditandatangani. Para orang tua calon peserta didik baru beranggapan bahwa dengan menyertakan SKTM maka peluang anaknya diterima di sekolah negeri menjadi semakin terbuka lebar.

Banyak kasus ditemukan bahwa calon peserta didik baru yang menyertakan SKTM dapat menggusur calon peserta didik baru yang mempunyai NEM lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena calon peserta didik baru yang menyertakan SKTM memiliki tambahan 3 poin untuk mendongkrak NEM, sehingga calon peserta didik baru yang tidak menyertakan SKTM murni menggunakan NEM sebagai modal untuk bersaing dalam memperebutkan bangku di sekolah negeri. Masalah muncul ketika para calon peserta didik baru yang menyertakan SKTM ditengarai memiliki kemampuan ekonomi yang cukup bahkan tergolong mampu, sehingga SKTM menjadi akal-akalan untuk mengelabui panitia PPDB.

Sekolah harus melakukan evaluasi dan verifikasi SKTM yang disertakan oleh para orang tua calon peserta didik baru dalam proses PPDB, jika ditemukan ketidaksesuaian maka sekolah wajib menegakkan aturan Permendikbud No.14 tahun 2018 pasal 3 dan 4. Sanksi tegas harus dilakukan oleh sekolah sebagai upaya untuk menjaga wibawa lembaga pendidikan untuk menegakkan kejujuran.

Jika sebuah tindakan kebohongan dibiarkan dan tidak dikenakan sanksi maka dikhawatirkan akan menjadi sebuah budaya yang berkelanjutan dan akan ditiru pada tahun-tahun berikutnya. Dikutip dari Tribunnews, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono mengungkapkan bahwa manipulasi SKTM untuk keperluan PPDB merupakan sebuah tindakan melawan hukum yakni pasal 263 KHUP tentang pemalsuan surat dengan ancaman pidana 6 tahun.