Suarr.id–Tahun 1999, masa-masa saya berburu buku buat referensi skripsi, saya bertemu dengan Kitab al-Fihrist, karya Abu-al-Faraj Muhammad ibn Ishaq an-Nadim yang hidup di abad ke-10 M. Saya kenal lewat terjemahan Inggrisnya yang dikerjakan oleh Bayard Dodge.
Buku yang terdiri dari 1149 halaman dalam 2 jilid ini merupakan rekaman luar biasa atas pelbagai disiplin ilmu dan buku-buku yang beredar di dunia Islam pada waktu itu dan bio-bibliografi para ulama dan cendekiawan yang terkemuka di masanya.
Tak banyak info biografis yang bisa kita ketahui mengenai sang penulis, an-Nadim. Bayard Dodge menduga, ia lahir pada tahun 935 di Baghdad. Mengenai tahun kematiannya, Ibn Hajar al-‘Asqalani hanya bisa mengutip kesaksian seseorang yang bernama Abu Thahir al-Karkhi yang mengatakan bahwa an-Nadim wafat pada tahun 1047.
“Tapi ia tidak bisa dipercaya mengenai hal ini,” imbuhnya. Secara keagamaan, an-Nadim adalah seorang penganut Syiah, dan kelihatannya bergabung dengan sekte Isma’iliyah.
Sebutan ‘an-Nadim’ yang ia sandang mengisyaratkan bahwa ia bekerja sebagai pengiring di istana khalifah. Ayahnya, sementara itu, bergelar ‘al-Warraq‘ yang berarti penjual buku. Mungkin karena selalu berinteraksi dengan segala macam jenis buku dari pelbagai disiplin ilmu di toko buku milik ayahnya, an-Nadim mengenal dengan sangat baik buku-buku yang beredar di zamannya dan bisa merekamnya dengan telaten dalam al-Fihrist.
Karena alasan ini, Kitab al-Fihrist merupakan buku yang tepat bagi kita kalau ingin mengintip disiplin ilmu yang dipelajari dan buku-buku yang beredar di dunia Islam pada abad ke-10. An-Nadim membagi bukunya menjadi 10 bab.
Masing-masing bab membicarakan satu disiplin ilmu secara khusus. Bab 1 ia curahkan untuk membicarakan sejarah tulisan dan naskah-naskah kitab suci, mulai dari Taurat, Injil, hingga Qur’an.
Dalam Bab 2, an-Nadim bertutur tentang tata bahasa Arab dan aliran-aliran para ahli tata bahasa Arab yang ia kelompokkan menjadi dua: aliran Basrah dan Kufah. Di akhir bab, ia menyajikan bio-bibliografi para tokoh dari kedua aliran ini.
Bab 3, selanjutnya, ia curahkan untuk ilmu sejarah dan politik. Ia menyajikan info bio-bibliografis tentang para sejarawan, para politisi, dan pengiring istana yang menulis buku.
Setelah membahas hayat dan karya para penyair Arab yang terkemuka sejak zaman Jahiliyah hingga Islam di Bab 4, an-Nadim beralih membahas aliran-aliran teologis yang berkembang di masanya pada Bab 5. Aliran-aliran teologis yang ia jelaskan mencakup Mu’tazilah, Syiah, Jabariyah, Khawarij, dan sekelompok teolog yang ia sebut ‘para zahid’. Yang menarik dalam klasifikasi ini, ia menggolongkan Abu-al-Hasan al-Asy’ari dan murid-muridnya sebagai para pengikut Ibn Kullab yang ia golongkan sebagai penganut Jabariyah. (Omong-omong, ini tipologi yang di kemudian hari diambil alih oleh Ibn Taimiyyah dan ia pakai untuk menyerang Asy’ariyah di abad ke-14.)
Bab 6 adalah bab yang menarik. Bab ini menjelaskan ilmu fikih dan para imam mazhab yang ajarannya dikaji di Dunia Islam pada waktu itu. An-Nadim menyebut 8 mazhab yang mencakup para pengikut Malik ibn Anas, Abu Hanifah, asy-Syafi’i, Dawud azh-Zhahiri, para Imam Syiah, para ahl al-hadits, ath-Thabari, dan para ahli fikih dari Syurat. Mazhab Hanbali kelihatannya masih belum tumbuh menjadi mazhab tersendiri di abad ini. Ahmad ibn Hanbal ia golongkan sebagai ahl al-hadits bersama dengan Sufyan ats-Tsauri, al-Bukhari, hingga Muslim.
Bab 7 isinya seru. Bab ini membahas filsafat dan sains yang dipelajari oleh kaum Muslimin pada waktu itu. Dimulai dengan narasi tentang asal-usul mengapa kaum Muslimin berminat untuk mengkaji ‘ilmu-ilmu kuno’, daftar para penerjemah kitab-kitab kuno dari bahasa Suryani dan Yunani ke dalam bahasa Arab, bab ini kemudian membahas buku-buku para pemikir Yunani kuno tentang filsafat, matematika, astronomi, dan ilmu kedokteran. Nama-nama yang disebut mencakup mulai dari Platon, Aristoteles, Galen, Ptolemeus, hingga Archimedes.
Tiga bab terakhir Kitab al-Fihrist secara berurutan membicarakan buku-buku dongeng, fabel, dan sihir (Bab 8), agama dan sekte kalangan minoritas yang mencakup kaum Sabian, Mani, Daisaniyah, Khurramiyah, hingga kepercayaan orang India dan Cina (Bab 9), dan alkemi (waktu itu masih belum berkembang menjadi ilmu kimia) (Bab 10).
Membaca Kitab al-Fihrist, kita seperti diajak melanglang buana untuk menyaksikan suasana kosmopolit dunia Islam di abad ke-10 dan gairah keilmuan para cendekiawan Muslim pada waktu itu. Pada zaman itu, gairah para cendekiawan Muslim untuk memburu ilmu juga didukung oleh para khalifah dan gubernur yang bersaing untuk memberikan patronase kepada para ilmuwan dan penerjemah, di samping berburu manuskrip dari berbagai belahan dunia. Generasi kita kelihatannya kalah ya, dalam hal kuriositas, dibandingkan mereka.