“Kita bisa memesan bir, tapi tidak bisa memesan takdir.”
Begitulah ungkapan penulis Djenar Maesa Ayu dalam bukunya 1 Perempuan 14 laki-laki.
Sebagai makhluk, kita tidak bisa memilih di tanah air mana kita tinggal dan dari rahim siapa kita dilahirkan. Kesemuanya sudah pakem dari Tuhan, tidak bisa ditawar-tawar. Suratan takdir yang sudah tercantum di lauh mahfudz tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun dengan alasan sekrusial apa pun.
Sebagai orang yang lahir di tanah air Indonesia tidak serta merta membuat kita secara otomatis paham betul seluk beluk Bahasa Indonesia yang baku, apalagi sampai ke bagian-bagian terkecil dari elemen pendukungnya. Kalau terbiasa menggunakannya sehari-hari, mungkin iya. Tapi kalau paham, tentu tidak.
Padahal itu masih bahasa ibu, lalau bagaimana dengan bahasa asing? contohlah bahasa Arab, sudah terang betul gambaran kesusahannya.
Kebanyakan orang akan sepakat tentang betapa sulitnya Bahasa Arab. Namun kesulitan tersebut akan teringankan seandainya kita mempunyai langkah yang benar dalam ngambah (jalan untuk memperoleh) bahasa itu. Mulai dari memilih guru yang tepat, wadah formal di mana kita bernaung, dan ilmu-ilmu pendukungnya.
Bagaimana mungkin kita akan memahami Alquran, sebagai pegangan hidup bagi mayoritas kalangan muslim jikalau olah pikir kita saja tumpul dengan Bahasa Arab. Padahal Bahasa Arab adalah manifestasi dari firman Tuhan yang terbukukan sempurna sebagaimana yang kita yakini sekarang dan selamanya. Di sinilah ilmu nahwu sebagai ilmu alat bekerja untuk menunjang proses pembelajaran Bahasa Arab.
Data berbicara secara kuantitatif. Jumlah pesantren terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Berdasar penelitian yang dilakukan Balitbang Diklat Kemenag, ditemukan dari 14.656 pada tahun 2003-2004 jumlah pesantren menjadi 28.961 pada tahun 2014-2015. Apalagi saat ini yang sudah memasuki tahun 2018, pastinya menelurkan jumlah angka yang lebih banyak lagi.
Generasi milenial harus mengetahui ini. Di era disrupsi dan informasi yang sedemikian kilat, manusia akan sangat lancang jika sok tahu soal bahasa Arab dan ilmu nahwu jika hanya lewat olesan satu jari belaka, akses cepat portal aplikasi Google. Tak jarang, kesok-tahuan ini dirayakan dengan polah tingkah yang konyol di media sosial. Mereka generasi milenial amat gampang percaya dengan quote dan kutipan yang sudah dialih bahasakan ke Bahasa Arab, seolah memukul rata kosa katanya sederajat mulianya dengan nama Tuhan.
Tentunya masih ingat kasus sepasang sandal yang diukir dengan lafadz يمين و شمال yang artinya kanan dan kiri.
Barangkali dengan alasan hanya karena tulisanya Arab, sontak warganet serasa kebakaran jenggot dan merasa punya andil besar turut melawan orang yang dianggap melecehkan ini. Lalu hamburan cibiran banyak disumpah-serapahkan di media daring kepada si pemilik sandal dan hasil karya seni ukirnya.
Bersumber dari kitab شرح ألفية إبن مالك لفضيلة الشيخ العلامة محمّد بن صالح العثيمين, sejatiannya disiplin ilmu nahwu sangat penting untuk dipelajari, keuntungan-keuntungan mempelajarinya yaitu :
1. Nilai lisan dan nilai ujung jari.
Nilai lidah ditentukan ketika seorang berbicara. Dan nilai ujung jari dilihat ketika seorang menulis.
Belajar ilmu Nahwu bisa dibilang susah-susah gampang. Barangkali di awal pembelajaran amat terasa sulit, akan tetapi saat seorang sudah paham betul tiap kaidah-kaidahnya maka jadilah mudah ilmu Nahwu tersebut.
Seperti ungkapan ini “إنَّ النَّحْوَ باَبُهُ حَدِيْدٌ و داخِلُهُ قَصْبٌ” yang artinya “Sesungguhnya ilmu Nahwu pintunya dari besi, dan bagian dalamnya dari rotan.”
Maksudnya, ketika kamu telah masuk satu tembok penghalang yang dimisalkan seperti kerasnya penyusun materi logam besi tadi niscaya jalan selanjutnya tidak akan ada hal-hal yang menyusahkan lagi.
Dari penjelasan ini saya segera teringat dawuh guru nahwu saya sewaktu duduk di bangku sekolah Tsanawiyah 6 tahun silam. Keterangan beliau sedikit namun membikin saya ngelu dan berpikir berulang ulang.
Kurang lebih demikian “Belajar nahwu dan tauhid sungguh jauh berbeda indikator pemahamanya, siapa dia yang belajar tauhid kok malah jadi bingung dan muncul pertanyaan bertubi tubi bagai hujaman bulir-bulir dari langit, bisa disebut dia hampir mendekati paham. Beda lagi kalau dia belajar nahwu kok di kaidah awal sudah merasa kebingungan sudah bisa dipastikan seterusnya tidak akan paham alias akan dibuntuti kebingungan kebingungan yang lainnya.”
2. Membantu memahami Al Quran dan Hadits.
Dari fasl-fasl yang telah dijlentrehkan dalam kitab Jurumiyah, Al Imritiy bahkan Alfiyah sekalipun, tentu detil yang mengupas apa itu fail, maful bih dan pengenalan makna sudah dikuliti sampai dalam-dalamnya, dan yang pasti juga pembahasan akan kasus (contoh) langka yang menyertainya.
Sementara itu banyak ayat-ayat dalam Alquran yang menunjukan perbedaan I’robnya, sebelum menapaki yang lebih jauh lagi, kita perlu tahu dulu apa itu i’rab? Di dalam buku Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Jurumiyah dan ‘Imrithy di jelaskan, bahwa I’rab adalah;
الاعراب هو تغيير اواخر الكلم لاختلاف العوامل الدّاخلة عليها لفظا او تقديرا
“I’rab ialah perubahan akhir kalimat karena perbedaan amil yang memasukinya, baik secara lafazh ataupun secara perkiraan.”
Maksudnya; I’rab itu mengubah syakal (harakat) tiap-tiap akhir kalimat disesuaikan dengan fungsi amil yang memasukinya, baik perubahan itu tampak jelas lafadznya atau hanya secara diperkirakan saja keberadaannya.
Contoh perubahan secara lafadz;
جَاءَ زَيْدٌ = Zaid telah datang
رَاَيْتُ زَيدًا = Aku telah melihat Zaid
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ = Aku telah bertemu dengan Zaid
Adapun contoh yang tertera di Alquran sebagaimana berikut ini:
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ (الماىٔدة :٦)dengan وَأَرْجُلِكُمْ harakat fathah dan kasrohnya ل di sini karena perbedaan i’rab yang menyertainya.
Menyikapi hal demikian tentu pemaknaanya pun berbeda.
Dengan pemahaman tentang ilmu Nahwu ini akan mudah membantu kita untuk memahami maknanya. Betapa banyak dari ayat Alquran serta Hadits yang tampak jelas maknanya dengan perantara ilmu nahwu.
3. Menghidupkan Bahasa Arab fusha.
Tidak diragukan bahwasanya Bahasa Arab fusha disebarluaskan di antara sekian banyak manusia guna memudahkan untuk memahami Alquran dan As-sunnah. Dari sini kita tahu orang yang menyebarkan bahasa-bahasa selain Bahasa Arab di antara masyarakat umum sungguh akan menyulitkan dirinya sendiri, bahasanya, orang yang mengukuhkanya, dan yang mengajarkan bahasa tersebut. Kita mendengar dari orang-orang dungu yang mengajarkan anak-anaknya kalimat-kalimat selain Bahasa Arab, seperti mengganti Bahasa Arab fusha yang banyak digunakan masyarakat umum.
4. Membantu memperhatikan mutakallim (orang yang berbicara).
Karena mutakallim saat melakukan kekeliruan tata bahasa dalam perkataanya tentunya sangat kentara sekali terkhusus bagi orang yang tahu menahu Bahasa Arab.
Banyak ungkapan yang menunjukan akan pentingnya belajar Bahasa Arab dan ilmu nahwu ini. . تَعَلَّمُوْا الْعَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا تُنْبِتُ الْعَقْلَ وَ تَزِيْدُ فِي الْمُرُوْءَةِ
“Pelajarilah Bahasa Arab (Nahwu) karena dapat menumbukan kecerdasan dan menambah kewibawaan.”
إنَّ الْكَلَامَ بِلَا نَحْوٍ يُمَاثِلُهُ نَبْحُ الْكِـلَابِ
“Kata-kata yang diucapkan dengan mengabaikan ilmu Nahwu tidak jauh berbeda dari gonggongan anjing.”
Pada lafal إِنَّ النَّحْوَ فِي الْعِلْمِ كَالْمِلْحِ فِي الْطَّعَامِ mereka juga mengatakan “Peranan dan posisi Nahwu dalam disiplin ilmu lain diibaratkan serupa garam dalam makanan”.
Saking pentingnya ilmu nahwu itu, mereka menaruh kedudukanya lebih dari sekadar garam untuk tujuan mempercantik dan memperindah.
Merenung, kita pasti bertanya tanya. Gerangan apa yang lebih membuat sedap hidangan dari pada taburan garam dengan takaran yang pas? Jika ada masakan tanpa garam, pastilah rasanya bakal acak adut tak karuan, hambar, menjadikan gairah nafsu makan pun menurun. Hematnya, kutipan tadi adalah bentuk metafor dari ungkapan “Penting sekali, tidak boleh tidak atau wajib keberadaanya.”
Yang terakhir, bicara soal sejarah ilmu nahwu dalam buku النحو و النحاة , secara bahasa, nahwu menurut Ibnu Faris yakni ” النون و الحاء و الواو كلمة تدلّ على القصد” yang artinya “Nun dan Ha‘ dan Wawu adalah kalimat yang menunjukan tujuan(maksud).
Melihat ini, kita akan semakin mantap saja bahwa dengan disiplin ilmu Nahwu akan menjadi jembatan mencari maksud untuk mencapai cita-cita akhir yaitu memahami ilmu ilmu lainnya.